Tanah dan bangunan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dihindari. Akan tiba saatnya ketika Anda ingin menemukan rumah impian Anda. Untuk ini, Anda akan melalui serangkaian transaksi tanah dan bangunan. Sesulit apapun itu, Anda tetap harus bersabar untuk mewujudkan impian memiliki tanah dan rumah idaman. 

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), jual beli merupakan suatu proses yang dapat menjadi bukti peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya clear and cash, yaitu transaksi yang dilakukan di hadapan pejabat negara yang berwenang dan dibayar tunai. Artinya, jika Anda tidak membayar harganya, Anda tidak dapat melakukan proses jual beli. 

 Transaksi jual beli membutuhkan data yang akurat dalam prosesnya serta juga syarat jual beli tanah, yaitu :

  1. Data Penjual 

 

  • Fotokopi KTP (jika sudah menikah, fotokopi KTP suami istri); 

  • Kartu Keluarga (KK); 

  • Surat nikah (jika sudah menikah); 

  • Sertifikat asli hak untuk menjual tanah, antara lain (Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik  Rumah Susun). 

  • Selain 4 jenis sertifikat, yang digunakan bukan sertifikat PPAT, melainkan sertifikat yang diaktakan; 

  • Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selama 5 tahun terakhir; 

  • NPWP

  • Salinan sertifikat kewarganegaraan Indonesia atau perubahan nama, jika ada, bagi warga negara Indonesia asli; 

  • Persetujuan dari pasangan (untuk orang yang sudah menikah); 

  • Jika suami/istri penjual telah meninggal dunia, yang perlu dibawa adalah akta kematian; 

  • Jika pasangan tersebut bercerai, yang perlu dibawa adalah sertifikat hak milik dan akta pembagian kepemilikan harta benda adalah hak  penjual ke pengadilan.  

  1. Data Pembeli 

  • Fotokopi KTP (jika sudah menikah, fotokopi KTP suami istri); 

  • Kartu Keluarga (KK); 

  • Surat nikah (jika sudah menikah); 

  • NPWP

  1. Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT 

Sebelum melakukan AJB, PPAT akan memverifikasi keaslian sertifikat dengan kantor pertanahan. Dalam hal ini penjual harus lunas membayar pajak penghasilan atau PPh. Sedangkan untuk pembeli harus lunas membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah serta  Bangunan (BPHTB). 

  

  1. Membuat AJB 

 

Produksi AJB harus didukung oleh penjual dan pembeli (pasangan dan suami jika sudah menikah) atau orang yang berwenang secara tertulis. Selama ini, setidaknya harus ada dua saksi. 

PPAT akan membaca dan menafsirkan isi akta tersebut. Jika penjual dan pembeli menyepakati isi, maka akta tersebut akan ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi, dan PPAT. 

Akta ini dibuat dalam rangkap dua, yang satu disimpan oleh PPAT dan yang lainnya diserahkan kepada kantor pertahanan untuk pengalihan nama. Salinan akan diberikan kepada penjual dan pembeli. 

  1. Proses di Kantor Pertanahan 

Setelah AJB selesai, PPAT mengajukan permohonan AJB ke kantor pertanahan untuk perubahan nama. Pengajuan aplikasi AJB harus dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak tanggal penandatanganan. 

File yang diunggah meliputi: 

  • Surat permintaan perubahan nama yang  ditandatangani oleh pembeli; 

  • Sertifikat jual beli PPAT; 

  • Sertifikat hak guna tanah; 

  • Fotokopi kartu identitas penjual dan pembeli; 

  • Bukti pelunasan PPh dan BPHTB.  

Setelah mengajukan aplikasi di kantor pertanahan, tanda terima akan diberikan kepada pembeli. Nama mantan penerima atau penjual  dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh kepala kantor kadaster atau pejabat yang ditunjuk. 

Nama pembeli sebagai pemegang hak guna tanah yang baru  akan ditulis pada halaman dan kolom  buku tanah dan sertifikat, ditandatangani oleh kepala kantor kadaster atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu empat belas hari, pembeli berhak mendapatkan sertifikat yang dikembalikan atas nama pembeli di kantor pertahanan setempat.

Inilah beberapa informasi seputar syarat jual beli tanah yang bisa Anda ketahui. Semoga bisa membantu dan bermanfaat!